Persyaratan Produk Dalam Transaksi Batubara
Dalam
perdagangan komoditas batubara, faktor terpenting yang mengikat
transaksi antara pembeli dan penjual adalah kualitas batubara, dimana
spesifikasi yang disyaratkan oleh pembeli yang harus dipenuhi oleh
penjual selalu tertulis dalam kontrak kesepakatan pembelian. Di bawah
ini ditampilkan contoh persyaratan produk yang tercantum di dalam
kontrak pembelian batubara yang akan dikirimkan ke pembeli tertentu.
Gambar 1. Spesifikasi Batubara di Kontrak Pembelian
Kolom
paling kanan dari gambar 1 di atas adalah satuan dari kualitas –
kualitas yang akan dinilai, yang besarnya tidak ditentukan secara pasti
di angka tertentu. Mengapa demikian? Karena sebagaimana jamak dipahami,
kualitas batubara tidaklah seragam di dalam satu lapangan penggalian,
bahkan di dalam lapisan yang sama sekalipun. Kondisi ini tidak lain
disebabkan oleh karakteristik yang khas dari proses pembentukan batubara
itu sendiri .
Oleh karena itu, penjual biasanya akan melakukan pencampuran batubara (blending)
dari beberapa lokasi atau lapisan yang memiliki kualitas berbeda – beda
sehingga didapat angka rata – rata yang dikehendaki. Meskipun demikian,
kemungkinan timbulnya fluktuasi kualitas dari batubara yang terkirim ke
konsumen tetaplah ada, baik berupa over spec maupun under spec.
Sehingga untuk mengakomodasi hal ini, maka biasanya terdapat klausul
berupa bonus dan penalti di dalam kontrak yang disepakati oleh kedua
belah pihak. Berikut ini adalah salah satu contoh ketentuan tersebut.
Gambar 2. Ketentuan Penalti dan Bonus
Kemudian
kalau kita perhatikan, kecuali Hardgrove Grindability Index (HGI) dan
ukuran, seluruh parameter kualitas dinilai berdasarkan standar tertentu,
misalnya AR atau ADB. Basis penilaian ini begitu penting karena
menyangkut penyamaan persepsi antara pembeli dan penjual terhadap produk
batubara yang akan diperdagangkan.
Basis Penilaian Kualitas
Untuk
mempermudah penjelasan, di bawah ini ditampilkan hubungan antara basis
analisis dikaitkan dengan keberadaan parameter yang menjadi dasar
perhitungannya.
Gambar 3. Basis Analisis Batubara
(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)
Dari
gambar di atas, terlihat ada 5 jenis basis untuk analisis batubara yang
dapat diterapkan, yaitu ARB, ADB, DB, DAF, dan DMMF.
1. ARB (As Received Basis)
Sebagaimana
arti harfiahnya, obyek analisis ini adalah batubara yang diterima oleh
pembeli seperti apa adanya. Dengan demikian, analisis pada basis ini
juga mengikutsertakan air yang menempel pada batubara yang diakibatkan
oleh hujan, proses pencucian batubara (coal washing), atau penyemprotan (spraying) ketika di stock pile maupun saat loading. Air yang menempel di batubara karena adanya perlakuan eksternal ini dikenal sebagai Free Moisture (FM).
Yang dimaksud penerimaan oleh pembeli (as received) disini bukan selalu berarti penerimaan batubara di stock pile pembeli, tapi disesuaikan dengan kontrak pembelian. Untuk kontrak FOB (Free on Board) misalnya, maka penilaian kualitas pada basis ARB adalah pada saat berpindahnya hak kepemilikan batubara di kapal atau tongkang. Pada kondisi ini, terkadang ARB juga disebut dengan as loaded basis.
2. ADB (Air Dried Basis)
Pada kondisi ini, Free Moisture (FM) tidak
diikutkan dalam analisis batubara. Secara teknisnya, uji dan analisis
dilakukan dengan menggunakan sampel uji yang telah dikeringkan pada
udara terbuka, yaitu sampel ditebar tipis pada suhu ruangan, sehingga
terjadi kesetimbangan dengan lingkungan ruangan laboratorium, sebelum
akhirnya diuji dan dianalisis.
Nilai
analisis pada basis ini sebenarnya mengalami beberapa fluktuasi sesuai
dengan kelembaban ruangan laboratorium, yang dipengaruhi oleh musim dan
faktor cuaca lainnya. Akan tetapi bila dilihat secara jangka panjang
dalam waktu satu tahun misalnya, maka kestabilan nilai tertentu akan
didapat. Disamping itu, basis uji & analisis ini sangat praktis
karena perlakuan pra pengujian terhadap sampel adalah pengeringan alami
sesuai suhu ruangan sehingga tidaklah mengherankan bila standar ADB ini
banyak dipakai di seluruh dunia.
3. DB (Dried Basis)
Tampilan dry basis menunjukkan
bahwa hasil uji dan analisis dengan menggunakan sampel uji yang telah
dikeringkan di udara terbuka seperti di atas, lalu dikonversikan
perhitungannya untuk memenuhi kondisi kering.
4. DAF (Dried Ash Free)
Dry & ash free basis merupakan suatu kondisi asumsi dimana batubara sama sekali tidak mengandung air maupun abu. Adanya tampilan dry & ash free basis menunjukkan
bahwa hasil analisis dan uji terhadap sampel yang telah dikeringkan di
udara terbuka seperti di atas, lalu dikonversikan perhitungannya
sehingga memenuhi kondisi tanpa abu dan tanpa air.
5. DMMF (Dried Mineral Matter Free)
Basis DMMF dapat diartikan pula sebagai pure coal basis, yang berarti batubara diasumsikan dalam keadaan murni dan tidak mengandung air, abu, serta zat mineral lainnya.
Untuk
konversi perhitungan ke basis ini, maka besarnya zat – zat mineral
harus diketahui terlebih dulu. Dalam hal ini, perhitungan yang paling
banyak digunakan adalah persamaan parr, seperti ditunjukkan di bawah ini.
M = 1.08A + 0.55S ………. (1)
Dimana
M: Mineral matters (%); A: Ash (%); S: Sulfur (%).
Akan tetapi persamaan ini tidak dapat diterapkan untuk perhitungan yang teliti dari setiap jenis batubara.
Dalam
transaksi komoditas batubara, persyaratan kualitas yang umumnya
tercantum dalam kontrak pembelian adalah hasil analisis proksimat, yaitu
TM, IM, Ash, VM, FC, kemudian ditambah dengan kalori serta sulfur.
Karena basis DMMF tidak pernah digunakan untuk uji dan analisis
parameter – parameter tadi, maka konversi – konversi nilai kualitas yang
muncul di tulisan ini selanjutnya akan dibatasi hanya pada 4 basis
saja, yaitu ARB, ADB, DB, dan DAF.
Konversi Hasil Analisis Batubara
Berikut
ini disajikan hasil analisis terhadap salah satu sampel batubara yang
berasal dari daerah Embalut, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Tabel 1. Data analisis batubara
Menggunakan
data di atas, kita akan mencoba mengkonversinya ke dalam basis – basis
analisis yang lain berdasarkan perhitungan di bawah ini.
Tabel 2. Formula konversi analisis batubara
(Sumber: Coal Convertion Facts, WCI, 2004)
Berdasarkan perhitungan konversi di atas, maka hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Konversi Hasil Analisis Batubara
*Angka berhuruf tebal adalah data asli.
Untuk kalori akan dibahas lebih lanjut di bawah ini, karena parameter ini sangat vital dalam transaksi batubara.
Kalori Dalam Transaksi Batubara
Dalam
kontrak pembelian batubara, persyaratan kalori oleh sebagian besar
konsumen Jepang selama ini adalah GCV (Gross Calorific Value) dalam
basis ADB. Akan tetapi, belakangan ini sebagiannya mulai berubah ke GCV
dalam basis ARB. Dan sebenarnya di Eropa Barat, kontrak berbasis ARB
untuk GCV ini sudah menjadi mayoritas dalam transaksi batubara saat ini.
Bahkan dalam perkembangannya, beberapa konsumen juga mulai beralih ke
persyaratan kalori dalam NCV (Net Calorific Value) berbasis ARB.
Perbedaan
antara basis ADB dan ARB sudah dijelaskan di atas. Adapun apa yang
dimaksud dengan GCV dan NCV akan diterangkan di bawah ini.
Pada saat pembakaran batubara di boiler,
air yang menempel di batubara (dalam hal ini TM) serta air yang
terbentuk dari persenyawaan hidrogen yang terkandung di dalam batubara
dan oksigen, akan berubah menjadi uap air setelah melalui proses
pemanasan dan penguapan. Karena tidak memberi nilai tambah apa pun dalam
konversi ke energi yang dapat dimanfaatkan selain untuk menguapkan air
dalam batubara saja, maka kalor yang digunakan untuk proses tadi disebut
kalor laten. Jika kalor laten ini diikutsertakan dalam analisis, maka
kalori dalam batubara yang bersangkutan disebut dengan GCV atauHHV (Higher Heating Value). Dan jika faktor kalor laten ditiadakan, maka disebut dengan NCV atau LHV (Lower Heating Value). Hubungan antara GCV dan NCV ditunjukkan oleh persamaan (dalam standar JIS) di bawah ini:
NCV (kcal/kg) = GCV (kcal/kg) – 6 (9 H + W) ………. (2)
Dimana, H = kadar hidrogen (%) … analisis ultimat.
W = kadar air (%) … analisis proksimat.
Basis analisis untuk kalori, hidrogen, dan kadar air harus sama.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa tampilan besaran kalori dalam NCV
menunjukkan kalor atau energi panas efektif yang terkandung dalam
batubara yang digunakan untuk konversi energi yang bermanfaat. Kemudian
dari persamaan di atas terlihat pula bahwa bila kandungan hidrogen dan
kadar air dalam batubara sedikit, maka selisih NCV dan GCV tidaklah
terlalu signifikan. Perbedaan yang besar antara kedua tampilan tadi akan
muncul pada batubara muda yang masih memiliki kadar air dan hidrogen
yang banyak.
Dari paparan di atas maka persyaratan kalori dalam transaksi batubara dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. GAD (Gross CV; ADB)
Untuk
kondisi ini, tampilan kalori cenderung tidak menunjukkan besaran kalor
secara tepat yang akan digunakan dalam pemanfaatan batubara, karena Free Moisture tidak termasuk di dalamnya.
2. GAR (Gross CV; ARB)
Karena
analisis untuk kalori pada kondisi ini memasukkan faktor kadar air
total, maka kondisi ini menunjukkan batubara dalam keadaan siap
digunakan. Akan tetapi, tampilan kalori masih belum menunjukkan kalor
yang efektif untuk dimanfaatkan dalam konversi energi yang bermanfaat.
3. NAR (Net CV; ARB)
Kondisi inilah yang benar – benar menampilkan energi panas efektif dalam pemanfaatan batubara.
Secara
ringkasnya, transaksi komoditas batubara (uap) sebenarnya sama saja
dengan “membeli kalor (efektif)”. Sehingga dapat dipahami bahwa
munculnya prasyarat NAR merupakan sesuatu yang logis. Untuk mendapatkan
nilai GCV dalam NAR ini, perlu dilakukan perhitungan dengan rumus
seperti di bawah
NAR (kcal/kg) = GAR (kcal/kg) – 50.7H – 5.83TM ………. (3)
Beberapa hal yang perlu di perhatikan dari persamaan di atas adalah:
- NAR adalah NCV dalam ARB.
- GAR adalah GCV dalam ARB. Karena biasanya dalam ADB, maka harus dikonversi ke ARB.
- H (kadar hidrogen) biasanya dalam DB atau DAF sehingga harus dikonversi ke ARB.
Menggunakan
formula dari tabel 2 dan persamaan (3) diatas, kita akan mencoba
mengkonversi GCV dari sampel batubara dalam tabel 1 ke NCV berbasis ARB.
Karena pada sampel tersebut tidak dilakukan analisis untuk unsur H
(hidrogen), maka besaran angka yang akan digunakan disesuaikan dengan
tipikal nilai H untuk batubara di daerah tersebut, dalam hal ini sekitar
5.4 (DAF).
Untuk konversi kalori dari GCV (ADB) ke GCV (ARB), maka berdasarkan tabel 3, nilai GCV (ARB) = 5,514 kcal/kg.
Sedangkan perhitungan dari H (DAF) ke H (ARB), maka berdasarkan formula pada tabel 2, nilai H (ARB) = 4.18%.
Bila angka – angka tersebut dimasukkan ke persaman (3), maka NCV (ARB) = 5,191 kcal/kg.
Dengan demikian, maka:
Gross ADB (GAD) = 5,766 kcal/kg;
Gross ARB (GAR) = 5,514 kcal/kg;
Net ARB (NAR) = 5,191 kcal/kg.
Yang harus diperhatikan adalah bahwa meskipun terdapat 3 nilai yang berbeda untuk kalori, tapi semuanya merujuk ke batubara yang sama.
Adapun angka mana yang akan digunakan dalam kontrak pembelian,
tergantung dari kesepakatan pembeli dan penjual. Contoh konkret dalam
hal ini adalah sebagai berikut.
Bila
indeks harga untuk batubara berkalori 6,000 kcal/kg (GCV; ADB) adalah
$35.00/t FOBT misalnya, maka harga batubara di kontrak pembelian dalam
Gross ADB berdasarkan calorie parity adalah 5,766/6,000 X $35.00/t = $33.64/t.
Berikutnya
bila kesepakatan kontrak pembelian adalah dalam Net ARB. Bila index
untuk batubara berkalori 6,000 kcal/kg tadi dalam Net ARB adalah 5,500
kcal/kg, maka harga batubara akan menjadi 5,191/5,500 X $35.00/t = $
33.03/t. (Dalam hal ini, harga index tidak tergantung dari basis
analisis).
Penutup
Sama
seperti perdagangan secara umum, transaksi komoditas batubara merupakan
kesepakatan yang saling menguntungkan bagi pihak pembeli maupun
penjual. Oleh karena itu, spesifikasi produk harus benar – benar
dipahami dengan baik agar tidak timbul perselisihan di kemudian hari.
Penulis berharap semoga tulisan ringkas ini dapat dijadikan masukan yang
berarti bagi pihak – pihak yang terkait dengan usaha di bidang
batubara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar